Dimulai dari menit dan detik —-0202 Mari kita mulai, Ayat 100 sampai 110 ini, penutup surah Al Kahfi. Disurah ini telah diceriterakan, antara lain, kisah Nabi Musa dan Khidir, ada nilai-nilai disitu. Di surat ini juga ada kisah Zulkarnain, ada nilai-nilai disana seperti misalnya bagaimana seseorang dalam mengikuti tuntunan tuhan dalam meraih sukses, ada faktor faktor, harus dipelajari faktor faktor itu dan harus diikuti. Ada disini uraian tentang bagaimana seorang pemimpin, berlaku adil dan tegas. Disini ada uraian bagaimana seseorang sudah memiliki kecukupan, tidak lagi mengambil upah atau imbalan dari orang-orang miskin. Ada orang yang ngambil imbalan, yang berlaku aniaya, lebih-lebih kalau orang yang dihadapinya itu orang yang bodoh. Disini ada nilai nilai bahwa, seorang yang pandai, berkuasa, mampu, tidak usah ambil upah dari orang lemah, bangunkan dia bangunan yang lebih baik dari apa yang diharapkan, tentu saja tidak semua orang bisa melaksanakan ini, atau mau melakukan ini. Nah , yang melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang disebut dalam surah ini, itu terancam neraka. Maka uraian disini , antara lain , berbicara tentang neraka. Ayat kita menyatakan, أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِِْ وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِّلْكَافِرِينَ عَرْضًا “Kami tampakkan, ketika orang bangkit dari kuburnya, Allah menampakkan ketika itu untuk orang-orang kafir neraka jahannam” Jahannam , apa artinya jahannam? Jahannam itu terambil dari akar kata, dari segi bahasa, yang berarti bermuka kusut, cemberut. Neraka itu digambarkan, kalau ketemu orang kafir, terus cemberut, tidak mengucapkan selamat datang. Itu dipaparkan kepada orang kafir dengan pemaparan yang sangat jelas. Orang-orang kafir yang dimaksud disini ; kita lihat , kemarin kita bicara tentang orang-orang kafir, yaitu orang yang matanya, dimatanya ada penutup , sehingga tidak mengingatkan. Siapapun yang lengah, tidak menyadari tentang wujud Tuhan , itu dinamai kafir. Dan orang-orang kafir itu , yang dipaparkan kepada mereka neraka adalah orang-orang yang tidak menggunakan pendengarannya, diberi nasehat ngga mau, ngga mau dengar, diberi petunjuk, “ini lho peristiwa begini, ini ada pengalaman”, dia abaikan itu semuanya. Baru dikatakan , “Apakah orang – orang kafir yang demikian itu halnya, mengambil menjadikan hamba-hamba – Ku sebagai Tuhan- Tuhan ?” Saya beri contoh, dalam keyakinan kita ummat islam, Tuhan itu maha esa, tidak ada Tuhan selain dia, kalau saya menyembah Nabi Muhammad boleh ngga? Ada orang – orang yang menyembah hamba-hamba Allah menduga itu bisa membantu mereka. Ada orang menyembah Nabi Isa, iya kan ? itu Nabi Isa hamba Allah yang taat. Tetapi , kalaupun anda menyembah hamba Allah yang taat, sehingga anda mengikutinya dalam ketaatan , tetapi dia yang anda sembah, itu tidak diterima Allah swt. أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَن يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِن دُونِي أَوْلِيَاءَ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا “………………………………………………………………….., Sesungguhnya kami telah menyiapkan jahannam” , tadi, neraka jahannam, “untuk orang-orang kafir, sebagai hidangan selamat datang” Nuzula itu hidangan selamat datangnya , kalau hidangan selamat datangnya sudah jahannam, apa hidangan main core-nya ? itu …iya kan ? saya kira kita lanjutkan nanti……… break Baik, baru disini, ayat berikut ini menyatakan demikian, “Maukah kamu mendegar kalau Aku menyampaikan kepadamu, sesuatu yang penting dalam kehidupan kamu “ “Maukah kamu mendengar apabila Ku-sampaikan tentang orang-orang yang sangat merugi, tetapi dia kira dia beruntung….” هَلْ نُنَبِّئُكُم بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالً “Maukah kamu mendengar apabila Ku-sampaikan kepadamu orang-orang yang sangat merugi amal-amalnya, karya-karyanya, mereka itu adalah yang usahanya buruk, tetapi dia menduga bahwa itu baik” itu paling rugi, Kalau anda melakukan suatu kegiatan , yang anda tahu itu buruk, anda tidak semerugi orang yang melakukan kegiatan yang buruk, tapi disangkanya baik. Jadi, dia mempunyai harapan, tapi ternyata harapannya tidak terpenuhi, itu orang yang paling rugi. Itu begini, salah satu rincian dari ini, ada satu orang misalnya korupsi, dia merasa …“wah dapat untung banyak…dapat duit…dapat ini” ….dia meninggal dunia, uang korupsinya diwarisi oleh anaknya, anaknya. Atau diwarisi oleh orang lain. Orang lain ini bersedekah, melakukan kegiatan baik. Siapa yang paling menyesal? yang korupsi. Dia bilang, “saya yang memperoleh uangnya, saya yang terkena siksa, dia itu dia tidak usaha, dia dapat uang, tapi uang itu dia gunakan untuk kebaikan, dia yang dapat untung,” ini orang yang paling menyesal di hari kemudian. Begitu juga, dia sudah kira dia sudah melakukan kebaikan, sudah ini sudah itu. Padahal justru itu merupakan amal keburukan yang pahit فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا “Nanti dihari kemudian , orang yang melakukan kegiatan buruk dan dikiranya baik, dihari kemudian Kami tidak timbang amalnya” Apa maksudnya ? Dihari kemudian nanti, ada timbangan amal. Semua kita, diletakkan. Ini amalnya sekian, amal buruknya sekian. Atau ini sholatnya , ini ada timbangannya. Sholatnya , seimbang ngga dengan timbangan? Bisa jadi lebih ya, kalau dia banyak sholat sunnah, bisa jadi kurang. Ada orang-orang yang tidak dilakukan lagi timbangan kepadanya. Saya beri contohnya, Anda mau beli jeruk …sampai dipasar …dalam satu keranjang..penjual katakan….“ini jeruk belilah”.. saya berkata...”saya ngga mau” … “kita timbanggg….” “ngga perlu ditimbang…” Perlu ngga anda timbang untuk mengambil jeruk yang buruk ? ……tidak perlu ditimbang ya… Ada orang-orang, punya amal , Tuhan sudah tidak timbang lagi …tidak perlu ditimbang……….sudah jelas buruknya …sudah terlihat itu … Ada orang-orang, nanti dihari kemudian yang tidak mengalami… “Itulah balasan bagi orang-orang kafir, dan yang menjadikan , tanda tanda kebesaran tuhan , dan rasul rasulnya sebagai olok olok” ayat 106 Ini orang-orang musyrik di Mekkah, sampai sekarang ada yang begitu, macam-macam tuh orang-orang yang mengolok-olok orang-orang baik dan lain-lain sebagianya… —————– Itu ceritanya orang kafir,,,,kita lihat yang mukmin… إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا “Adapun orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, maka mereka mendapat hidangan pembukaan berupa surga firdaus” Beberapa episode yang lalu kita katakan, kebiasaan Alquran menghidangkan dua hal yang bertolak belakang. kafir…mukmin.. sorga…neraka.. harta…jiwa..dan lain lain sebagainya…dihidangkan… Disini dihidangkan mereka akan mendapatkan sorga yang baik. Saya ingin garisbawahi... Apa yang dinamai amal ? Kan, kecuali yang beramal sholeh Amal itu adalah, menggunakan daya yang anda miliki, daya manusia itu, bisa daya fikir, bisa daya fisik, bisa daya qalbu, bisa daya hidup. Ketika anda mendesain, menggunakan fikiran atau tidak ?…..anda beramal. Ketika anda mengangkat sesuatu, anda menggunakan daya atau tidak? daya apa ? daya fisik….anda beramal…iya kan?. Ketika anda menghayalkan sesuatu, beramal atau tidak ? beramal, menggunakan daya qalbu. Ketika anda menjaga perasaan orang lain supaya tidak tersinggung, itu amal. Orang yang merampok, beramal atau tidak ? haa…tidak usah ragu…dia beramal. Karena itu alquran menyatakan beramal sholeh. Ada sholehnya. Ada ngga designer , yang mendesain baju buat perempuan yang terbuka, terbuka auratnya ? busana muslimah pun bisa jadi, busananya muslim tapi melanggar agama. Dia beramal , tapi bukan amal sholeh. Jadi amal sholeh itu dengan menggunakan daya, baik daya fikir, daya fisik, daya qalbu, daya hidup, tetapi penggunaannya itu yang bermanfaat, dan sesuai dengan nilai nilai agama. Jadi tidak harus saya beramal itu lantas saya harus mengaji terusss. Yang penting, yang wajib saya laksanakan, sisanya anda berfikir untuk jadi designer. Ooo..itu amal sholeh…iya kan?. Saya sudah sholat lima waktu, ini ini ini … saya melakukan kegiatan mengasuh anak saya, mengasuh anak itu amal sholeh…. إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا “……………………………………………………………mereka kekal didalamnya, dan mereka tidak mau beranjak dari tempat mereka “ break Tadi kita katakan bahwa hidangan pembuka, hidangan selamat datang untuk yang beriman adalah surga firdaus. Ada yang mengartikan surga firdaus itu pertengahan, jadi bukan puncaknya, bukan juga yang terendah. Ada yang mengartikan surga firdaus itu, sorga yang didalamnya ada kebun kebun korma . Yang penting, yang ingin saya katakan, yang penting adalah firmannya pada ayat 108, mereka tidak ingin beranjak pindah dari tempatnya. Jadi, walaupun mereka dipertengahan sorga , dia tidak mau lagi…tidak usah saya naik ketempat yang lebih tinggi. Saya sering beri contoh…ibu saya….waktu masih hidup, Kita belikan dia mobil …sederhana….setelah kami punya uang….alhamdulillah…mau diganti.. “Pindah rumah bu ….pakai mobil baru bu…yang ini…” “ah ndak usah….saya sudah senang disini”...puas ya??…walaupun ada yang lebih bagus. Orang yang masuk sorga begitu, betapapun rendah tingkat anda di sorga, anda berkata “saya sudah puas…saya tidak mau lagi ketempat yang lebih tinggi…” oke… “Sampaikanlah wahai Nabi Muhammad bahwa seandainya laut ini menjadi tinta untuk menulis ketetapan-ketetapan Allah wahyu-wahyu Tuhanku, maka akan habis air laut itu, sebelum habis ketetapan-ketetapan Allah….sebelum habis kandungan wahyu-wahyu Allah, walaupun ditambah lagi dengan laut sesudah laut yang habis” Jadi , ilmu Tuhan itu tak bertepi, tidak ada habisnya , itu sebabnya Nabi Muhammad juga disuruh , “berdoalah agar ditambah ilmu”. Setiap orang yang berilmu , pasti ada orang yang lebih pandai dari dia. Jangan pernah……ingat ceritanya Nabi Musa ….kan dikatakan…ndaa….tidak bertepi ilmu tuhan… “Sampaikan juga Nabi Muhammad, bahwa Aku ini adalah manusia yang seperti kamu, yang mendapat wahyu tidak seperti kamu,……………. “ Jadi, manusia seperti kamu, saya punya mata di depan , tidak punya dua mata dibelakang, saya bisa marah, saya lapar, saya kawin, seperti kamu …tetapi kita berbeda….kamu tidak dapat wahyu…tapi saya dapat wahyu .. “………………….Inti dari wahyu yang disampaikan kepadaku itu, adalah bahwa tidak ada tuhan selain daripada tuhan yang maha esa. Siapa yang hendak menginginkan pertemuan dengan Tuhannya pertemuan yang mesra , maka hendaklah dia beramal dengan amal yang sholeh.” haaa…amal lagi….amal…yang sholeh…. “…………dan jangan mempersekutukan sesuatupun dengan tuhan” saya kira itu ayat itu. sampai dengan durasi video pada menit dan detik —-> 1952
25 وَلَبِثُوا۟ فِى كَهْفِهِمْ ثَلَٰثَ مِا۟ئَةٍ سِنِينَ وَٱزْدَادُوا۟ تِسْعًا wa labiṡụ fī kahfihim ṡalāṡa mi`atin sinīna wazdādụ tis'ā 25. Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). Tafsir : Lama mereka tidur adalah 309 tahun. Sebagian ulama (di antaranya adalah وَإِنَّا لَجَٰعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا Arab-Latin Wa innā lajā'ilụna mā 'alaihā ṣa'īdan juruzāArtinya Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan pula apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus. Al-Kahfi 7 ✵ Al-Kahfi 9 »Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarangTafsir Berharga Terkait Dengan Surat Al-Kahfi Ayat 8 Paragraf di atas merupakan Surat Al-Kahfi Ayat 8 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada sekumpulan tafsir berharga dari ayat ini. Terdokumentasi sekumpulan penjabaran dari beragam ahli ilmu terhadap isi surat Al-Kahfi ayat 8, antara lain seperti berikut📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi ArabiaDan sesungguhnya Kami benar-benar menjadikan apa yang terdapat di muka bumi dari perhiasan tersebut ketika dunia berakhir berupa tanah yang tanpa tumbuh-tumbuhan sama sekali di dalamnya.📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid Imam Masjidil Haram8. Dan Kami akan merubah segala apa yang ada di atasnya berupa makhluk-makhluk yang beragam menjadi tanah yang tandus lagi kosong dari tumbuhan, dan ini akan terjadi setelah berakhirnya masa kehidupan makhluk-makhluk ini, sebab itu mereka manusia hendaknya mengambil pelajaran darinya.📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah8. وَإِنَّا لَجٰعِلُونَ مَا عَلَيْهَا Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan pula apa yang di atasnya Yakni menjadikan perhiasan ini ketika telah habis umur dunia. صَعِيدًاmenjadi tanah rata Yakni menjadi tanah. جُرُزًاlagi tandus Yang tidak terdapat tanaman dan perhiasan di atasnya. Seperti kebun yang habis dimakan dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah8. Sesungguhnya pada hari kiamat kelak Kami benar-benar akan menjadikan apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus tanpa tanaman dan hiasan📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Awaji, professor tafsir Univ Islam MadinahSungguh Kami benar-benar akan menjadikan apa yang di atasnya sebagai tanah} debu {yang kering} kering tidak ada tumbuhan di atasnya📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H8. Meskipun demikian, Allah akan menjadikan semua yang telah disebutkan sebagai obyek-obyek yang fana sirna lagi musnah, lenyap dan berakhir. Bumi akan kembali, “menjadi tanah yang rata lagi tandus,” telah pergi kenikmatan-kenikmatannya, sungai-sungainya berhenti mengalir dan bekas-bekasnya hilang sesrta kenikmatannya sirna. Inilah hakikat dunia. Allah telah mempertontonkannya dengan jelas kepada kita, seolah-olah dunia itu seperti melihat dengan dua mata kita, memperingatkan kita agar tidak terpedaya olehnya dan juga merangsang kita untuk lebih menyukai suatu tempat, yang kenikmatannya abadi dan penghuninya berbahagia. Semua itu merupakan rahmat Allah kepada kita. Orang yang melihat penampilan pesona fisik dunia semata tanpa memperhatikan hakikatnya, niscaya akan tertipu dengan keindahan dan perhiasannya, lalu mereka bersahabat dengannya layaknya binatang-binatang ternak bersahabat dan bersenang-senang dengan dunia seperti binatang-binatang yang digembalakan. Mereka tidak menoleh kepada hak Rabb mereka, dan tidak berkepentingan untuk mengenalnya. Bahkan obsesi mereka hanyalah ingin menikmati syahwat dunia dengan cara apa pun dihasilkan dan pada kesempatan kapanpun yang muncul. Mereka ini, apabila ajal mendatangi mereka, pasti mereka gundah lantaran dirinya hancur dan kenikmatannya lenyap. Bukan merasa bersalah disebabkan perbuatan yang telah dilakukannya berupa penyepelean aturan Allah dan dosa-dosa. Adapun orang yang memperhatikan hakikat dunia, memahami maksud penciptaan dunia dan dirinya, maka dia akan mengambil bagian dari dunia tersebut sekedar untuk dipakai merealisasikan tujuan penciptaan dirinya. Dia memanfaatkan kesempatan dalam umurnya yang berharga, lalu menjadikan dunia sebagai jembatan penyeberangan, bukan tempat bersenang-senang, tempat transit dalam perjalanan, bukan tempat menetap. Dia mengorbankan segala kemampuannya untuk mengenal Rabbnya, melaksanakan perintah-perintahNya dan memperbagus amalannya. Orang ini akan berada di tempat sebaik-baiknya di sisi Allah, dan dia layak untuk menerima segala kemuliaan, kenikmatan, dan kebahagiaan, serta penghormatan di sisi Allah. Dia melihat hakikat dunia, tatkala orang yang tertipu melongok pesona fisiknya, beramal untuk kehidupan akhiratnya tatkala para pemburu dunia beramal untuk dunia. Alangkah jauh perbedaan antara kedua golongan itu!Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, Al-Kahfi ayat 8 Yakni semua perhiasan di muka bumi ini dan kesenangannnya akan binasa, hilang dan habis, dan bumi akan kembali tandus serta kering. Inilah hakikat dunia, Allah telah memperjelas kepada kita sejelas-jelasnya, memperingatkan kita agar tidak tertipu olehnya, mendorong kita untuk mencintai negeri yang kenikmatannya kekal, dan penduduknya berbahagia. Semua itu merupakan rahmat-Nya kepada kita. Namun orang yang melihat dunia zahirnya saja tanpa melihat di balik itu, maka ia akan tertipu oleh gemerlapnya dunia dan keindahannya. Mereka pun menikmati dunia seperti hewan menikmatinya, di mana yang mereka pikirkan hanya makan, minum dan bersenang-senang. Mereka tidak ingat tujuan dari diciptakannya mereka, bahkan yang di benak mereka hanyalah memuaskan hawa nafsu belaka bagaimana pun caranya, halal atau haram. Adapun mereka yang melihat hakikat dunia dan mengetahui tujuan dari diciptakannya mereka, maka dia mengambil dunia ini dan menggunakannya untuk membantu beribadah kepada Allah, dia pun mengisi waktunya dengan ketaatan. Dia juga menjadikan dunia sebagai jembatan, bukan sebaai tujuan. Dia jadikan hidupnya di dunia sebagai musafir; bukan sebagai mukim. Dia juga mengerahkan kemampuannya untuk mengenal Tuhannya, melaksanakan perintah-Nya dan memperbaiki amalnya. Orang inilah yang memperoleh tempat yang baik di sisi Allah, yang layak memperoleh kemuliaan, kenikmatan dan kesenangan. Dia melihat lebih dalam dunia ini, sedangkan orang yang tertipu hanya melihat luarnya saja, dia bekerja untuk akhiratnya, sedangkan orang yang tertipu bekerja untuk dunianya, sungguh berbeda kedua orang itu!📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Kahfi Ayat 8Dan kelak di hari kiamat, kami benar-benar akan menjadikan apa yang di atasnya, yakni apa yang ada di atas bumi menjadi tanah yang tandus lagi kering, tidak ada lagi keindahannya. Demikianlah Allah menjadikan bumi dengan segala isinya yang dipandang indah oleh manusia sebagai sarana untuk menguji siapa di antara manusia itu yang baik perbuatannya dan siapa yang berbuat jahat. Kelak di hari kiamat kebaikan dan kejahatan itu akan mendapat pembalasan yang seadil-adilnya. Apakah engkau mengira bahwa ashha'bul-kahfi, yaitu orang-orang yang mendiami gua, dan yang mempunyai ar-raqim itu, yaitu nama anjing mereka atau tulisan-tulisan yang memuat nama-nama mereka termasuk tanda-tanda kebesaran kami yang menakjubkan' ya, memang ashha'bulkahf dan ar-raqim adalah menakjubkan, tetapi janganlah engkau mengira bahwa itu satu-satunya tanda kebesaran kami yang menakjubkan. Sesungguhnya banyak sekali tanda-tanda kebesaran kami yang sangat menakjubkan. Penciptaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang berada di antara keduanya adalah tanda kekuasaan kami yang sangat menakjubkan apabila engkau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang Demikianlah beragam penjabaran dari para mufassirin mengenai isi dan arti surat Al-Kahfi ayat 8 arab-latin dan artinya, moga-moga bermanfaat untuk kita bersama. Dukung perjuangan kami dengan mencantumkan hyperlink menuju halaman ini atau menuju halaman depan Artikel Paling Banyak Dikunjungi Kaji berbagai topik yang paling banyak dikunjungi, seperti surat/ayat An-Nur 2, Asy-Syams, Al-Isra 23, Al-Mujadalah 11, Al-Baqarah 83, Az-Zalzalah. Termasuk Al-Ma’idah 2, Al-Hujurat 12, Ali Imran, Yunus 40-41, At-Takatsur, Al-Baqarah 286. An-Nur 2Asy-SyamsAl-Isra 23Al-Mujadalah 11Al-Baqarah 83Az-ZalzalahAl-Ma’idah 2Al-Hujurat 12Ali ImranYunus 40-41At-TakatsurAl-Baqarah 286 Pencarian surat al muminun, ali imran 173 dan 174, annur ayat 35, wa in ta'uddu ni'matallahi la tukhsuuha, surat an nisa latin Dapatkan amal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat. Plus dapatkan bonus buku digital "Jalan Rezeki Berlimpah" secara 100% free, 100% gratis Caranya, salin text di bawah dan kirimkan ke minimal tiga 3 group WhatsApp yang Anda ikuti Silahkan nikmati kemudahan dari Allah Ta’ala untuk membaca al-Qur’an dengan tafsirnya. Tinggal klik surat yang mau dibaca, klik nomor ayat yang berwarna biru, maka akan keluar tafsir lengkap untuk ayat tersebut 🔗 *Mari beramal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat ini* Setelah Anda melakukan hal di atas, klik tombol "Dapatkan Bonus" di bawah بِسْمِاللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Ayat 1-12: Pernyataan dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam itu benar-benar seorang rasul, tugas Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, peringatan hanya bermanfaat bagi Kitab Tafsir Karya Ulama Indonesia Prof. Dr. M. Quraish Shihab comment Reviews Reviewer Joni Sitompul - favoritefavoritefavoritefavorite - May 11, 2023 Subject Request Assalamualaikum, Alhamdulilah, ini luar biasa sdh meng-upload tafsir Al-Mishbah, saya mau tanya, apakah 1, apakah ini legal? 2 apakah jilid 12 nya ketinggalan? Kalau sdh ada izin, mohon di-upload jilid 12 nya biar koleksinya lengkap. Jazakumullah... Reviewer larfanime - - January 20, 2023 Subject PELANGGARAN HAK CIPTA saya yakin ini belum izin ke Prof Quraish Shihab sebagai penulisnya, karena bukunya pun pada dasarnya masih dijual dan ada kerjasama dengan penerbit. Mohon dihapus oleh uploader atau coba direport oleh penerbit. Reviewer wahid 3313 - favoritefavoritefavoritefavoritefavorite - December 21, 2022 Subject Tafsir Misbah Wah apakah ini sudah izin? kalau sudah alhamdulillah, terima kasih banyak. kurang jilid 12 kayaknya Bacajuga: Tafsir Surah Al Kahfi Ayat 82: Meraih Keberkahan hingga Tujuh Turunan. Tafsir Surat Al-Isra' Ayat 1. Pada kitab Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir karangan Ibnu Asyur, ayat diatas menyebutkan awal perjalanan isra' dan akhirnya, yakni perjalanan antara Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Hal tersebut adalah untuk mengisyaratkan bahwa Al-Qur'an yang secara harfiah berarti "bacaan sempurna" merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat. Tidak ada bacaan melebihi al-Qur'an dalam perhatian yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat-ayatnya, mulai dari dari masa, musim, dan saat turunnya, sampai sebab-sebab beserta waktu-waktu turunnya. Gibb seorang orientalis pernah menulis bahwa "Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan "alat" bernada nyaring yang sangat mampu, berani dan luasnya getaran jiwa yang diakibatkan, seperti yang dibaca Muhammad al-Qur'an". Keindahan bahasanya demikian terpadu dalam al-Qur'an, ketelitian maupun keseimbangannya dengan kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan kesan yang ditimbulkannya. 1 Al-Qur'an dapat berperan dan berfungsi dengan baik sebgai tuntunan dan pedoman serta petunjuk hidup untuk umat manusia, terutama di zaman kontemporer seperti saat ini. Oleh karena itu tidaklah cukup jika al-Qur'an hanya dianggap sebgai sebuah bacaan belaka dalam kehidupan sehari-hari tanpa dibarengi dengan pengertian dari maksud ayat tersebut. Mengunkap dan memahami al-Qur'an merupakan suatu upaya untuk mengurai isi serta makna yang terkandung didalamnya. Disisi yang lain sejarah mencatat bahwa al-Qur'an yang sudah lebih dari 1400 tahun lalu diturunkan untuk merespon kondisi, situasi sosial, politik, budaya dan relegiusitas masyarakat Arab tentu kondisi tersebut sangat jauh beda dengan kehidupan dan kondisi pada zaman global dan kontemporer saat ini. Maka dari itu penting untuk melakukan reinterpretasi terhadap al-Qur'an dengan melihat dan mempertimbangkan kondisi di mana dan kapan al-Qur'an itu turun. 2 Pernyataan yang sama dilontarkan oleh Amin Abdullah bahwa perkembangan situasi sosial budaya, politik, ilmu pegetahuan dan revolusi informasi juga turut memberi andil dalam usaha memaknai teks-teks keagaamn. 3 Shahrur berpendapat bahwa al-Qur'an pada zaman global sekarang ini perlu ditafsirkan sesuai dengan tuntutan zaman kontemporer yang dihadapi oleh umat 1 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an Tafsir Maud} u'i Atas Pelbagai Persoalan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 1 TAFSIR AL-MISBAH MUHAMMAD QURAISH SHIHAB Oleh Ali Geno Berutu A. Pendahuluan Al-Qur’an yang secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat. Tidak ada bacaan melebihi al-Qur’an dalam perhatian yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat-ayatnya, mulai dari dari masa, musim, dan saat turunnya, sampai sebab-sebab beserta waktu-waktu turunnya. Gibb seorang orientalispernah menulis bahwa “Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan “alat” bernada nyaring yang sangat mampu, berani dan luasnya getaran jiwa yang diakibatkan, seperti yang dibaca Muhammad al-Qur’an”. Keindahan bahasanya demikian terpadu dalam al-Qur’an, ketelitian maupun keseimbangannya dengan kedalaman makna, kekayaan dan kebenarannya, serta kemudahan pemahaman dan kehebatan kesan yang dapat berperan dan berfungsi dengan baik sebgai tuntunan dan pedoman serta petunjuk hidup untuk umat manusia, terutama di zaman kontemporer seperti saat ini. Oleh karena itu tidaklah cukup jika al-Qur’an hanya dianggap sebgai sebuah bacaan belaka dalam kehidupan sehari-hari tanpa dibarengi dengan pengertian dari maksud ayat tersebut. Mengunkap dan memahami al-Qur’an merupakan suatu upaya untuk mengurai isi serta makna yang terkandung didalamnya. Disisi yang lain sejarah mencatat bahwa al-Qur’an yang sudah lebih dari 1400 tahun lalu diturunkan untuk merespon kondisi, situasi sosial, politik, budaya dan relegiusitas masyarakat Arab tentu kondisi tersebut sangat jauh beda dengan kehidupan dan kondisi pada zaman global dan kontemporer saat ini. Maka dari itu penting untuk melakukan reinterpretasi terhadap al-Qur’an dengan melihat dan mempertimbangkan kondisi di mana dan kapan al-Qur’an itu yang sama dilontarkan oleh Amin Abdullah bahwa perkembangan situasi sosial budaya, politik, ilmu pegetahuan dan revolusi informasi juga turut memberi andil dalam usaha memaknai teks-teks berpendapat bahwa al-Qur’an pada zaman global sekarang ini perlu ditafsirkan sesuai dengan tuntutan zaman kontemporer yang dihadapi oleh umat M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maud}u’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung Mizan, 1996, 1-5. Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Hunafa Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014, 110. M. Amin Abdullah, “Kajian Ilmu Kalam di IAIN Menyongsong Perguliran Paradigma Keilmuan Keislaman Pada Era Melenium Ketiga”, al-Jami’ah Journal of Islamic Studies, No. 65, 2000, 93. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 2 Islam dan umat manusia. Pemeliharaan dilakukan dengan pengkajian yang menyentuh realitas dan mencoba menyapa realitas lebih sensitif dan memfungsikannya dalam memahami realitas-realitas yang ada dengan interpretasi yang baru sesuai dengan keadaaan satu yang menarik dari penafsiran kontemporer adalah tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab. Quraish Shihab melihat bahwa masyarakat muslim Indonesia sangat mencintai dan mengagumi al-Qur’an, hanya saja sebagian dari mereka itu hanya kagum pada bacaan dan lantunan dengan menggunakan suara merdu. Kenyataan ini seolah-olah mengindikasikan bahwa al-Qur’an hanya sekedar untuk dibaca saja. Sebenarnya bacaan dan lantunan al-Qur’an harus disertai dengan pemahaman dan penghayatan dengan menggunakan akal dan hati untuk mengungkapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. al-Qur’an telah memberikan banyak motivasi agar manusia merenungi kandungan-kandungannya melalui dorongan untuk memberdayakan akal pikirannya. Tradisi tilāwah, qirā’ahdan tadabbur al-Qur’an merupakan upaya memahami dan mengamalkan al-Qur’an. Beberapa tujuan M. Quraish Shihab menulis Tafsir al-Misbah adalah pertama, memberikan langkah yang mudah bagi umat Islam dalam memahami isi dan kandungan ayat-ayat Alquran dengan jalan menjelaskan secara rinci tentang pesan-pesan yang dibawa oleh al-Qur’an, serta menjelaskan tema-tema yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan Manusia. Karena menurut M. Quraish Shihab walaupun banyak orang berminat memahami pesan-pesan yang terdapat dalam al-Qur’an, namun ada kendala baik dari segi keterbatasan waktu, keilmuan, dan kelangkaan refrerensi sebagai bahan ada kekeliruan umat Islam dalam memaknai fungsi al-Qur’an. Misalnya, tradisi membaca Yāsin berkali-kali, tetapi tidak memahami apa yang mereka baca berkali-kalai terebut. Indikasi tersebut juga terlihat dengan banyaknya buku-buku tentang fadhilah-fadhilah surat-surat dalam al-Qur’an. Dari kenyatan tersebut perlu untuk memberikan bacaan baru yang menjelaskan tema-tema atau pesan-pesan al-Qur’an pada ayat-ayat yang mereka kekeliruan itu tidak hanya merambah pada level masyarakat awam terhadap ilmu agama tetapi juga pada masyarakat terpelajar yang berkecimpung dalam dunia studi al-Qur’an, apalagi jika mereka membandingkan dengan karya ilmiah, banyak diantara mereka yang tidak mengetahui bahwa sistematika penulisan al-Qur’an M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qu’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung al-Mizan, 2003, Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. I, Jakarta Lentera Hati, 2002, 4. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah… Vol. I, vii. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah...., x. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 3 mempunyai aspek pendidikan yang sangat menyentuh. Dan Keempat, adanya dorongan dari umat Islam Indonesia yang mengugah hati dan membulatkan tekad M. Quraish Shihab untuk menulis karya Biografi Singkat M. Qurais Shihab Muhammad Quraish Shihab merupakan salah seorang ulama dan cendikiawan muslim Indonesia dalam bidang tafsir al-Qur’an lahir pada tanggal 16 Februari 1944 di Rappang, Sulawesi merupakan putra dari salah seorang wirausahawan dan juga seorang guru besar dalam bidang tafsir yang memiliki reputasi baik dalam dunia pendidikan di Sulawesi Selatan yaitu Prof. KH. Abdurrahman Shihab 1905-1986. Kontribusinya terbukti dalam usahanya membina perguruan tinggi di Ujung Pandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia UMI dan IAIN Alauddin Ujung Pandang. Dalam kesibukannya sebagai seorang guru besar Abdurrahman Shihab masih sering menyisihkan waktunya untuk keluarganya, saat-saat seperti ini dimanfaatkan untuk memberikan petuah-petuah keagamaan yang kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur’an kepada petuah-petuah keagamaan yang berasal dari ayat-ayat al-Qur’an, hadis-hadis nabi, serta perkataan sahabat maupun pakar-pakar ilmu al-Qur’an yang diberikan oleh orang tuanya inilah M. Quraish Shihab mendapatkan motivasi awal dan benih-benih kecitaan terhadap bidang studi formal yang ditempuh oleh M. Qurais Shihab, dimulai dari Sekolah Dasar di Ujung Pandang, kemudian dilanjutkan dengan Sekolah Menengah, sambil belajar agama di Pondok Pesantren Da>r al-Hadi>th al-Fiqhiyyah di kota Malang, Jawa Timur 1956-1958.Pada tahun 1958, ketikaia berusia 14 tahun ia melanjutkan pendidikan ke Al-Azhar Kairo Mesir untuk mendalami studi keislaman, dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-Azhar. Setelah selesai, M. Quraish Shihab berminat melanjutkan studinya di Universitas al-Azhar pada Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin, tetapi ia tidak diterima karena belum memenuhi syarat yang telah ditetapkan karena itu ia bersedia untuk mengulang setahun guna mendapatkan kesempatan studi di Jurusan Tafsir Hadis walaupun Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…., x. Hal ini dapat dilihat dalam Tafsir al-Misbah 15 645. Bahwa M. Quraish Shihab pernah menerima surat dari seorang yang tidak dikenal yang menulis “Kami menunggu karya ilmiah pak Quraish yang lebih serius”. Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir al-Qur’an Yogyakarta Pustaka Insan Madani, 2008, 236. Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Terbuka dalam Beragama, Bandung Mizan,1999, v. Badiatul Raziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, Yogyakartae-Nusantara, 2009, 269. M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an,Bandung Mizan, 1994, 6. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 4 jurusan-jurusan lain terbuka lebar untuknya. Pada tahun 1967 ia dapat menyelesaikan kuliahnya dan mendapatkan gelar Lc. Karena “kehausannya” dalam ilmu al-Qur’an ia melanjutkan kembali pendidikannya dan berhasil meraih gelar MA pada tahun 1968 untuk spesalisasi di bidang tafsir al-Qur’an dengan tesis berjudul “al-I’ja>z at-Tashri’i al-Qur’a>n al-Kari>m” dengan gelar meraih gelar MA. M. Quraish Shihab tidak lansung melanjutkan studinya ke program doktor, melainkan kembali ke kampung halamannya di Ujung Pandang. Dalam periode lebih kurang 11 tahun 1969-1980 ia terjun ke berbagai aktifitas, membantu ayahnya mengelola pendidikan di IAIN Alauddin, dengan memegang jabatan sebagai Wakil Ketua Rektor di bidang Akdemis dan Kemahasiswaan 1972-1980, koordinator bidang Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur. Selain di luar kampus M. Quraish Shihab dipercaya sebagai Wakil Ketua Kepolisian Indonesia Bagian Timur dalam bidang penyuluhan mental. Selama di Ujung Pandang ia melakukan berbagai penelitian, di antaranya dengan tema“Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur” 1975 dan“Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan” 1978. Pada tahun 1980 M. Quraish Shihab kembali ke Kairo, Mesir untuk melanjutkan pendidikannya, mengambil spesialisasi dalam studi tafsir al-Qur’an, dalam kurun waktu dua tahun 1982 ia berhasil meraih gelar doktor dengan disertasi yang berjudul “Naz}m al-Durar li al-Biqa’i Tahqi>q wa Dira>sah” suatu kajian terhadap kitab Naz}m al-Durar karya al-Biqa’i dengan predikat Summa Cum Laude dengan penghargaan Mumta>z Ma’a Martabat al-Syaraf tahun 1984 beliau pindah tugas dari IAIN Alaudin, Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di sini M. Quraish Shihab aktif mengajar dalam bidang tafsir dan ulum al-Qur’an di program S1, S2, dan S3. dan beliau juga mendapat jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta dalam dua periode yaitu pada tahun 1992-1996 dan 1997-1998, ia juga dipercaya menjadi Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, pada kabinet terakhir Soeharto, kabinet Pembangunan IV. Pada tahun 1999, M. Quraish Shihab diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir yang berkedudukan di Kairo. C. Karya-karya M. Quraish Shihab Sebagai mufassir kontemporer dan penulis yang produktif, M. Quraish Shihab telah menghasilkan berbagai karya yang telah banyak diterbitkan dan Diantara karyakaryanya, khususnya yang berkenaan dengan Badiatul Raziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia,... 269-270 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an,... 6. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 5 studi Alquran adalah Tafsir Al-Manar Keistimewan dan Kelemahannya 1984, Filsafat Hukum Islam 1987, Mahkota Tuntunan Illahi Tafsir Surat Al- Fatihah 1988, Membumikan Alquran Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Maysarakat 1994, Studi Kritik Tafsir al-Manar 1994, Lentera Hati Kisah dan Hikmah Kehidupan 1994, Wawasan Alquran Tafsir Maudhu’i atas Berbagai Persoalan Umat 1996, Hidangan Ayat-Ayat Tahlil 1997, Tafsir Alquran Al-Karim Tafsir Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunya Wahyu 1997, Mukjizat Alquran Ditinjau dari Berbagai Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib 1997, Sahur Bersama M. Quraish Shihab di RCTI 1997, Menyingkap Ta’bir Illahi al-Asma’ al-Husna dalam Prespektif Alquran 1998, Fatwa-Fatwa Seputar Alquran dan Hadist 1999, dan Sistematika Penafsiran. Sebelum masuk ke Surat, terdapat pendahuluan yang menjelaskan tentang Jumlah ayat, tempat diturunkannya surat tersebut, surat yang diturunkan sebelum surat tersebut, pengambilan nama surat, hubungan dengan surat yang lain, serta gambaran menyeluruh tentang isi surat dan asbabun nuzul. Diantara kelebihan tafsir ini adalah Setiap Surat dikelompokkan menurut kandungannya, diberikan penjelasan terhadap kalimat yang terdapat dalam ayat, pada beberapa kalimat/kata, diberikan rujukan bagi pembaca jika ingin mengetahui penjelasan lebih lanjut, menyebutkan sumber yang mengeluarkan pendapat, serta dalam penerjemahan/penjelasan ayat, diberikan kalimat-kalimat tambahan sebagai penegasan penjelasan. Dalam konteks memperkenalkan al-Qur’an, penulis berusaha menghidangkan bahasan setiap surah pada tema pokok surah. Jika kita mampu memperkenalkan tema-tema pokok itu, maka secara umum kita dapat memperkenalkan pesan utama setiap surah sehingga al-Qur’an bisa dikenal lebih dekat dan mudah. Penulisan terjemah dipisahkan dengan tafsirnya. Terjemah ditulis dengan huruf miring, sedangkan tafsirnya ditulis dengan huruf normal. Tafsir al-Mishbah wajah baru dilengkapi dengan navigasi rujukan silang, dan dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami serta pengemasan yang lebih menarik. Quraish Shihab memulai dengan menjelaskan tentang maksud-maksud firman Allah swt sesuai kemampuan manusia dalam menafsirkan sesuai dengan keberadaan seseorang pada lingkungan budaya dan kondisisosial dan perkambangan ilmu dalam menangkap pesan-pesan al-Quran. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecederungan, dan kondisi Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Hunafa Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014,117. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 6 yang berbeda-beda itu. Quraish Shihab juga memasukkan tentang kaum Orientalis mengkiritik tajam sistematika urutan ayat dan surah-surah al-Quran, sambil melemparkan kesalahan kepada para penulis wahyu. Kaum orientalis berpendapat bahwa ada bagian-bagian al-Quran yang ditulis pada masa awal karir Nabi Muhammad saw. Contoh bukti yang dikemukakannya antara lain adalah QS. Al-Ghasyiyah. Di sana gambaran mengenai hari kiamat dan nasib orang-orang durhaka, kemudian dilanjutkan dengan gambaran orang-orang yang taat. Kemudian beliau mengambil tokoh-tokoh para ulama tafsir, tokoh-tokohnya seperti Fakhruddin ar-Razi 606 H/1210 M. Abu Ishaq as{-S{a>thi>bi> H/1388 M, Ibrahim Ibn Umar al-Biqa’I 809-885 H/1406-1480 M, Badruddin Muhammad ibn Abdullah Az-Zarkas{i> H dan lain-lain yang menekuni ilmu Munasabat al-Quran/keserasian hubungan bagian-bagian al-Quran. Tafsir al-Misbah terdiri dari 15 volume 1. Al-Fa>tihah dan Al-Baqarah 2. Ali-Imra>n dan An-Nisa>’ 3. Al-Ma>’idah 4. Al-An’a>m 5. Al-A’ra>f, Al-Anfa>l dan At-Taubah 6. Yu>nus, Hu>d, Yu>suf dan Ar-Ra’d 7. Ibra>hi>m, Al-H}ijr, An-Nah{l dan Al-Isra>’ 8. Al-Kahf, Maryam, T{a>ha> dan Al-Anbiya>’ 9. Al-Hajj, Al-Mu’minu>n, An-Nu>r dan Al-Furqa>n 10. Asy-Syu’ara, An-Naml, Al-Qas{as{ dan Al-Ankabu>t 11. Ar-Ru>m, Luqma>n, As-Sajdah, Al-Ah{za>b, Saba’, Fa>ti{r dan Ya>si>n 12. As{-S{a>ffa>t, S{a>d, Az-Zumar, Ga>fir, Fus{s{ilat, Asy-Syu>ra> dan Az-Zukhruf 13. Ad-Dukha>n, Al-Ja>s\iyah, Al-Ah{qa>f, Muhammad, Al-Fath{, Al-H{ujura>t, Qa>f, Az\-Za>riya>t, At-Tu>r, An-Najm, Al-Qamar, Ar-Rah{ma>n dan Al-Wa>qi’ah 14. Al-H{adi>d, Al-Muja>dilah, Al-H{asyr, Al-Mumtah{anah, As{-S{aff, Al-Jumu’ah, Al-Muna>fi>qu>n, At-Taga>bun, At{-T{ala>q, At-Tah{rim, Al-Mulk, Al-Qalam, Al-Ha>qqah, Al-Ma’a>rij, Nuh, Al-Jinn, Al-Muzammil, Al-Muddas\s\ir, Al-Qiya>mah, Al-Insa>n dan Al-Mursala>t 15. Juz Amma E. Corak Tafsir Al-Misbah Tafsir al-Misbah cenderung bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan adabi al-ijtimā’i yaitu corak tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Qur'an dengan cara mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur'an secara teliti. Kemudian menjelaskan makna-makna yang dimaksud al-Qur'an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik, dan seorang mufassir berusaha menghubungkan nash-nash al- Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 7 Qur'an yang dikaji dengan kenyataan sosial dengan sistem budaya yang ada. corak penafsiran ini ditekankan bukan hanya ke dalam tafsir lughawi, tafsir fiqh, tafsir ilmi dan tafsir isy'ari akan tetapi arah penafsirannya ditekankan pada kebutuhan masyarakat dan sosial masyarakat yang kemudian disebut corak tafsir Adabi al-Ijtimā' tafsir al-Misbah merupakan salah satu yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia-rahasia al-Qur'an. Menurut Muhammad Husein al-Dzahabi, corak penafsiran ini terlepas dari kekurangan berusaha mengemukakan segi keindahan bahasa dan kemu’jizatan al-Qur’an, menjelaskan makna-makna dan sasaran-sasaran yang dituju oleh al-Qur’an, mengungkapkan hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang di kandung, membantu memecahkan segala problem yang dihadapi umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya, melalui petunjuk dan ajaran al-Qur’an untuk mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat serta berusaha mempertemukan antara al-Qur’an dengan teori-teori ilmiah yang benar. Di dalam al-Qur’an juga berusaha menjelaskan kepada umat manusia bahwa al- Qur’an adalah kitab suci yang kekal, yang mampu bertahan sepanjang perkembangan zaman dan kebudayaan manusia sampai akhir masa, yang berusaha melenyapkan kebohongan dan keraguan yang dilontarkan terhadap al-Qur’an dengan argumen yang kuat dan mampu menangkis segala kebatilan, sehingga jelas bagi mereka bahwa al-Qur’an itu tiga karakter yang harus dimiliki oleh sebuah karya tafsir bercorak sastra budaya dan kemasyarkatan. Pertama, menjelaskan petunjuk ayat al-Qur'an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al-Qur'an itu kitab suci yang kekal sepanjang zaman. Kedua, penjelasan-penjelasnnya lebih tertuju pada penanggulangan penyakit dan masalah-masalah yang sedang mengemuka dalam masyarakat, dan ketiga, disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar. Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab memenuhi ketiga persyaratan tersebut. Kaitannya dengan karakter yang pertama, tafsir ini selalu menghadirkan penjelasan akan petunjuk dengan menghubungkan kehidupan masyarakat dan menjelaskan bahwa al-Qur'an itu kitab suci yang kekal sepanjang zaman. Kemudian karakter kedua, Quraish Shihab selalu mengakomodasi hal-hal yang dianggap sebagai problem di dalam masyarakat. Kemudian yang ketiga dalam Fajrul Munawwir, Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga dkk, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras 2005, 138. Said Agil Husein al-Munawar, Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta Ciputat Press, 2002, Hayy Al-Farmawy, Metode Tafsir dan Cara Penerapannya,Bandung Pustaka Setia, 2002, 71-72. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 8 penyajiannya, tidak dapat diragukan, ia menggunakan bahasa yang membumi. M. Quraish Shihab menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh kalangan umum khususnya masyarakat Indonesia. Sehingga jika dibandingkan dengan tulisan-tulisan cendekiawan muslim Indonesia lainnya. Karya-karya M. Quraish Shihab pada umumnya dan Tafsir al-Misbah pada khususnya, tampil sebagai karya tulis yang khas. Memang, setiap penulis memiliki gaya masing-masing. Dalam memilih gaya bahasa yang digunakan, M. Quraish Shihab lebih mengedepankan kemudahan konsumen/pembaca yang tingkat intelektualitasnya relatif lebih beragam. Hal ini dapat dilihat dalam setiap bahasa yang sering digunakan M. Quraish Shihab dalam menulis karya-karyanya mudah dicerna dan dimengerti oleh semua lapisan khususnya di Indonesia. Tafsir Al Mishbah secara garis besar memiliki corak kebahasaan yang cukup dominan. Hal ini bisa difahami karena memang dalam tafsir bil ra’yi pendekatan kebahasaan menjadi dasar penjelasannya dalam artian dengan cara menggunakan fenomena sosial yang menjadi latar belakang dan sebab turunya ayat, kemampuan dan pengetahuan kebahasaan, pengertian kealaman dan kemampuan Pendekatan Tafsir Al-Misbah M. Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi dengan pendekatan kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang berorientasi pada konteks penafsir al-Qur’an. Bentuk pendekatan ini menggunakan kontekstualitas dalam pendekatan tekstual yaitu latar belakang sosial historis di mana teks muncul dan diproduksi menjadi variable penting. Serta ditarik kedalam konteks penafsir di mana ia hidup dan berada, dengan pengalaman budaya, sejarah dan sosialnya sendiri. Oleh karena itu, sifat gerakannya adalah dari bawah ke atas, yaitu dari konteks menuju beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab dalam karya tafsirnya, baik tahlili maupun maudhu’i, diantaranya adalah bahwa al-Qur’an merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam menafsirkan beliau tidak luput dari pembahasan ilmu al-munasabah ayat yang tercermin dalam enam hal a. keserasian kata demi kata dalam satu surah; b. keserasian kandungan ayat dengan penutup ayat; c. keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya; Abdul Mu’in Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta Teras, 2005, 99. Islah Gusmian, Khasanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika Hingga Ideologi, Jakarta Teraju, 2003, 249. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 9 d. keserasian uraian awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya; e. keserasian penutup surah dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya; f. Keserasian tema surah dengan nama surah. G. Metode Tafsir Al-Misbah Dalam menulis tafsir al-Mis}ba>h}, metode tulisan M. Quraish Shihab lebih bernuansa kepada tafsir tah}lili. Ia menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dari segi ketelitian redaksi kemudian menyusun kandungannya dengan redaksi indah yang menonjolkan petunjuk al-Qur’an bagi kehidupan manusia serta menghubungkan pengertian ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-hukum alam yang terjadi dalam masyarakat. Uraian yang ia paparkan sangat memperhatikan kosa kata atau ungkapan al-Qur’an dengan menyajikan pandangan pakar-pakar bahasa, kemudian memperhatikan bagaimana ungkapan itu dipakai dalam al-Qur’ berbagai karyanya, M. Quraish Shihab lebih memilih metode maudlu’i dalam menyajikan pemikirannya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini dilakukan karena metode maudlu’i tematik ini dapat mengungkapkan pendapat-pendapat al-Qur’an al-karim tentang berbagai masalah kehidupan, dan juga menjadi bukti bahwa ayat-ayat al-Qur’an sejalan dengan perkembangan iptek dan kemajuan peradaban masyarakat. Berbeda dengan hasil karyanya yang fenomenal tafsir al-Mishbah beliau menggunakan metode tahlili. M. Quraish Shihab menafsirkan al-Qur’an secara kontekstual, maka corak penafsirannya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an menggunakan Adabi ijtima’isosial kemasyarakatan. Hal ini ia lakukan karena penafsiran al-Qur’an dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembanagan zaman dan kondisi yang ada. Disamping itu corak lugawi juga sangat mendominasi karena ketinggian ilmu bahasa arabnya. Corak sufi juga menghiasi tafsir al-Mis}ba>h. Ketinggian bahasa arabnya dapat ditemukan kala mengungkap setiap kata mufradat mengenai ayat-ayat al-Qur’an. Corak tafsir ini merupakan corak baru yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan rahasia-rahasia al-Qur'an. Menurut Muhammad Husain al-Dhahabi, bahwa corak penafsiran ini terlepas dari kekurangannya berusaha mengemukakan keindahan bahasa balaghah dan kemukjizatan al-Qur'an, menjelaskan makna-makna dan saran-saran yang dituju oleh al-Qur'an, mengungkapkan hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan Mahmud Yunus, Tafsir al-Qur’an al-Karim PT Hidakarya Agung, 2004, 4. Muhammad H}usain al-Dhahabi, al-Tafsi>r wa al Mufassiru>n, vol. 3 Da>r al-Kutub al-Hadi>thah, 213. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 10 yang dikandungnya membantu memecahkan segala problema yang dihadapi umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya melalui petunjuk dan ajaran al-Qur'an untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat dan berusaha menemukan antara al-Qur'an dengan teori-teori ilmiah. Misalnya ketika Quraish Shihab menafsirkan QS. Al-Fa>tih}ah 1 7, kata al-D}an berasaldari kata d}alla. Tidak kurang dari 190 kali kata tersebut terulang dalam al-Qur’an dalam berbagai bentuknya. Sedangkan kata d}alla dalam bentuk al-D}an huruf lam di dhommah ditemukan sebanyak 5 kali. Kata ini pada mulanya memiliki makna kehilangan jalan, bingung, dan tidak mengetaui arah. Makna-makna tersebut berkembang sehingga kata itu juga bisa mengandung arti binasa dan terkubur. Kata d}alla dalam pengertian immaterial memiliki makna sesat dari jalan kebajikan atau lawan dari petunjuk. Dari penggunaan al-Qur’an yang beraneka ragam tersebut dapat disimpulkan bahwa d}alla dalam berbagai bentuknya mengandung arti tindakan atau ucapan yang tidak menyentuh kepada kebenaran. Tafsir al-Mis}ba>h disajikan dalam bahasa yang ringan, enak dibaca dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan, tidak heran jika karya ini di minati oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari kalangan intelektual muslim hingga seorang musisi. H. Kelebihan dan kekurangan Tafsir al-Misbah Di antara keistimewaan tafsir dengan corak kebahasaan adalah pada pemahaman yang seksama, karena tafsir dengan corak kebahasaan menekankan pentingnya penggunaan bahasa dalam memahami al-Qur’an, terjaminnya ketelitian redaksi ayat dalam penyampaian pesan-pesan yang dikandung al-Qur’an, kecilnya kemungkinan terjebaknya mufassir dalam subjektifitas yang terlalu jauh, karena pendekatan ini mengikat mufassir dalam bingkai pemahaman tekstual ayat-ayat al-Qur’an. Sementara itu diantara kelemahan dari tafsir dengan corak kebahasaan, adalah Kemungkinan terabaikannya makna-makna yang dikandung oleh Al-Qur’an, karena pembahasan dengan pendekatan kebahasaan menjadikan para mufassir terjebak pada diskusi yang panjang dari aspek bahasa. Di samping itu, seringkali latar belakang turunnya ayat atau asbab al-nuzul dan urutan turunnya ayat, termasuk ayat-ayat yang berstatus nasikh wa mansukh, hampir terabaikan sama sekali. Sehingga menimbulkan kesan seolah-olah Al-Qur’an tidak turun dalam ruang dan waktu tertentu. Tafsir Al-Mis}ba>hini tentu saja tidak murni hasil penafsiran ijtihad Quraish Shihab saja. Sebagaimana pengakuannya sendiri, banyak sekali ia Quraish, al-Mis}ba>hPesan, Kesan , Keserasian al-Qur’an, Jakarta Pelita Hati, Vol. 15, 11. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 11 mengutip dan menukil pendapat-pendapat para ulama, baik klasik maupun paling dominan tentu saja kitab Tafsîr Naz}m al-Durar karya ulama abad pertengahan Ibrahim ibn Umar al-Biqai w. 885/1480. Ini wajar, karena tokoh ini merupakan objek penelitian Quraish ketika menyelesaikan program Doktornya di Universitas Al-Azhar. Muhammad Husein Thabathab’i, ulama Syiah modern yang menulis kitab Tafsîr al-Mîzân lengkap 30 juz, juga banyak menjadi rujukan Quraish dalam tafsirnya ini. Dua tokoh ini kelihatan sangat banyak mendapat perhatian Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mis}ba>h-nya. Selain al-Biqai dan Thabathaba’i, Quraish juga banyak mengutip pemikiranpemikiran Muhammad at-Thantawi, Mutawalli as-Syarawi, Sayyid Quthb dan Muhammad Thahir ibn Contoh Tafsir al-Misbah 1. Penciptaan manusia dalam surat al-An’am ayat 2 “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya, kemudian kamu masih terus-menerus ragu-ragu.” Dalam hal ini, penulis terkonsentrasi pada “sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya”. Menurut Quraish Shihab, pendapat yang terkuat tentang arti ajal adalah ajal kematian dan ajal kebangkitan karena biasanya al-Qur’an menggunakan kata “ajal” bagi manusia dalam arti kematian. Ajal yang pertama adalah kematian, yang paling tidak dapat diketahui oleh orang lain yang masih hidup setelah kematian seseorang. Sedangkan ajal yang kedua adalah ajal kebangkitan, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT. Untuk memperkuat ini, kembali ditegaskan oleh Quraish bahwa pembentukan diri manusia, dengan segala potensi yang dianugrahkan Allah, menjadikan dia dapat hidup dengan normal, bisa jadi sampai seratus atau seratus Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”, JurnalTSAQAFAH, Vol. 6, No. 2, Oktober 2010, 260. Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan Bandung Mizan, 2008, 10. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 12 dua puluh tahun; inilah yang tertulis dalam lauhal-mahwu wa al-itsbat. Tetapi semua bagian dari alam raya memiliki hubungan dan pengaruh dalam wujud atau kelangsungan hidup makhluk. Bisa jadi, faktor-faktor dan penghalang yang tidak diketahui jumlahnya itu saling memengaruhi dalam bentuk yang tidak kita ketahui sehingga tiba ajal sebelum berakhir waktu kehidupan normal yang mungkin bisa sampai pada batas100 atau 120 tahun itu. Quraish kembali menjelaskan, hal inilah yang dimaksud sementara ulama Ahlus Sunnah dinamai dengan qadha’ muallaq dan qadha’ mubram. Ada ketetapan Allah yang bergantung dengan berbagai syarat yang bisa jadi tidak terjadi karena berbagai faktor, antara lain karena doa, dan ada juga ketetapan-Nya yang pasti dan tidak dapat berubah sama sekali. 2. Penciptaan Wanita Secara umum, diktum al-Qur’an menyebutkan bahwa penciptaan manusia dapat dibedakan menjadi empat macam kategori, yaitu 1 manusia diciptakan dari tanah kasus Adam; 2 diciptakan dari tulang rusuk Adam kasus Hawa. 3; diciptakan melalui kehamilan tanpa ayah kasus Isa; 4 diciptakan melalui proses reproduksi lewat hubungan biologis antara suami-istri manusia pada umumnya. Ketiga bentuk penciptaan yang disebutkan pada poin 1, 3 dan 4, tidak ada perbedaan pendapat yang serius, baik dikalangan ahli tafsir maupun para feminis. Namun, untuk yang disebutkan kedua, yakni penciptaan melalui tulang rusuk Adam, yang dalam kasus ini adalah Hawa, sampai sekarang masih diperdebatkan, khususnya bagi para praktisi gender atau kaum feminis dan juga orang-orang yang sensitif gender. Sebab, konsep yang menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam ini tidak saja berimplikasi pada sebuah pemahaman yang bias gender, tetapi juga berimplikasi secara psikologis, sosial, budaya, ekonomis dan bahkan politik. Artinya, secara kualitas Adam laki-laki lebih unggul dibandingkan dengan Hawa perempuan. Beberapa ayat al-Qur’an yang menegaskan masalah ini tidak menyebutkan secara jelas dan terperinci tentang proses penciptaan Hawa. Diktum al-Qur’an hanya menyebutkan bahwa “daripadanya nafs wahidah, Dia menciptakan istrinya” wa khalaqa minha zaujaha. Untuk lebih memperjelas masalah ini akan saya kutipkan beberapa ayat al-Qur’an yang menegaskan masalah ini, sebagai berikut Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 13 “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” QS. Al-Nisa>’[4] 1. Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah dalam hal ini tidak menyebutkan secara kronologis tentang proses penciptaan perempuan pertama itu. Diktum al-Qur’an, lagi-lagi hanya menyebutkan bahwa “daripadanya, Dia menciptakan pasangannya”. Setidaknya, dalam konteks ini ada tiga hal penting yang memicu polemik di antara para mufassir ketika memahami beberapa ayat di atas, yaitu term nafs wahidah diri yang satu; objek yang ditunjuk dengan kata minha darinya; dan term zaujaha pasangan. Kontroversi disekitar penciptaan perempuan pertama ini setidaknya telah melahirkan dua pola pemahaman yang berbeda secara diametral. Pertama, bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Pengusung pendapat ini antara lain Imam al-Thabari. Menurutnya, yang dimaksud dengan term nafs wahidah yang terdapat dalam QS. Al-Nisa’/4 1, adalah Nabi Adam, sementara term zaujahadiartikan sebagai Hawa. Pendapatnya itu didasarkan pada sebuah riwayat yang berasal dari Qatadah, al-Sadi dan Ibn Ishaq yang menyatakan bahwa Hawa diciptakan Allah dari tulang rusuk Adam sebelah kiri ketika dia sedang al-Thabari di atas diamini mufassir lain seperti al-Alusi dan Ibn Katsir, al-Zamakhsyari, al-Qurtubi, dan juga al-Maraghi. Argumen mereka itu antara lain didasarkan pada sebuh hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah sebagai berikut Muhammad Ibn Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan An Ta’wil Ayi al-Qur’an Beirut Dar al-Fikr, 1988, jilid. IV, 224-225. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 14 “Saling berpesanlah kalian untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk. Sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atasnya. Kalau engkau luruskan tulang yang bengkok itu, engkau akan mematahkannya, tetapi kalau engkau biarkan, dia akan tetap bengkok. Maka sekali olagi saling berpesanlah kalin untuk berbuat baik kepada perempuan” HR. Bukhari dan Muslim.Kedua, bahwa Hawa tidak diciptakan dari tulang rusuk Adam, melainkan sebagai makhluk yang diciptakan dari jenis jins yang sama dengan Adam. Artinya, Hawa juga diciptakan dari tanah yang merupakan unsur utama dalam penciptaan Adam. Pendapat ini, antara lain dikemukakan oleh Abu Muslim al-Isfahani yang menyatakan bahwa maksud kalimat “wa khalaqa minha zaujaha” pada ayat tersebut adalah bahwa Allah menciptakan Hawa dari jenis yang sama dengan Adam. Pendapat senada juga dikemukakan oleh al-Razi. Dengan mengutip pendapat Isfahani, dia menyatakan bahwa dhamir kata ganti ha pada kata minha dari padanya pada ayat di atas, bukan merujuk pada Adam, melainkan “dari jenis” Adam, yaitu senada juga dikemukakan oleh Muhammad Abduh dan muridnya Muhammad Rashid Ridha. Sedikitnya ada dua alasan mendasar yang dikemukakan Abduh untuk menolak pemahaman yang menyatakan bahwa maksud nafs wahidah dalam ayat tersebut berarti ayat itu diawali dengan kalimat ya ayyuha al-nas wahai sekalian manusia. Artinya, ayat ini ditujukan kepada seluruh umat manusia. Dengan demikian bersifat universal. Sementara itu, Adam tidak diakui secara universal sebagai manusia pertama. Oleh karenanya, pengertian min nafs wdhidah dalam ayat ini, seharusnya juga diakui secara universal. Kedua, jika yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Adam sebagai kata ma’rifah, mengapa lanjutan ayat itu menggunakan bentuk nakirah pada kata rijaldan nisa’ pada kalimat wa bassa minhuma rijalan katsira wa nisa’an? Oleh karena itu, jika memang yang dimaksud dengan nafs wahidah adalah Adam, maka kedua kata itu seharusnya juga diungkapakan dengan bentuk ma’rifah. Gagasan tentang asal-usul perempuan dari jenis yang sama dengan Adam ini juga diikuti oleh para feminis Indonesia. Dengan mengutip Riffat Hassan dan Fatima Mernissi, Zaitunah dalam bukunya, Tafsir Kebencian, mengklaim bahwa pendapat kedualah yang lebih rasional. Menurutnya, kata Adam dalam istilah Shahih Bukhari, Kitab al-Nikah pada bab al-Wushari bi al-Nisa’,hadis nomor 4787, Lihat juga Ibn Katsir, I, 449. Abu Muslim al-Isfahani, Shahih Muslim, Jilid. II, 151. Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib Beirut Dar al-Fikr, 19950, Jilid. V, 168 Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’an al-Hakim Tafsir al-Manar Beirut dar al-Fikr, 1973, Jilid. IV, 223-230. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 15 bahasa Ibrani berarti tanah’ – berasal dari kata Adamah – sebagian besar berfungsi sebagai istilah generik untuk manusia, bukan menyangkut jenis kelamin. Untuk memperkuat pendapatnya ini, dia lalu mengutip QS. Al-Isra’/17 70 dan QS. Al-Tin/ 95 Nasaruddin Umar dalam Argumen Kesetaraan Jender juga berpandangan yang sama. Bahkan ia secara kritis memberikan analisis tentang term nafs dalam al-Qur’an dengan pendekatan linguistik. Menurutnya, term nafs yang terulang 295 kali dalam Al-Quran, dengan pelbagai bentuknya, tidak satu pun yang dengan tegas menunjuk kepada pengertian Adam. Kata nafs, dalam Al-Quran kadang berarti jiwa QS Al-Ma'idah/5 32, nafsu QS. Al-Fajr/89 27, nyawa/roh QS. Al-Ankabut/29 57, dan asal-usul binatang QS. Syura/42 11.Nasruddin Baidan dalam bukunya Tafsir bi Al-Ra'y juga berpandangan yang sama. Bahkan, dengan menggunakan analisis linguistik terhadap term nafs dalam al-Qur’an, dengan tegas dia menyimpulkan bahwa “wanita menurut Al-Quran bukan diciptakan dari tulang rusuk Adam, melainkan dari unsur yang sama dengan Adam, yaitu tanah”.Menanggapi persoalan ini, Quraish Shihab nampaknya memiliki pandangan yang berbeda dengan pandangan sebelumnya. Mungkin Quraish dalam hal ini tidak ingin berpolemik sebagaimana mufassir-mufassir lainnya. Quraish bisa jadi ingin memposisikan dirinya sebagai mufassir yang lebih bersikap moderat ketimbang harus menguatkan pendapat yang satu dan melemahkan pendapat yang lainnya. Dalam Tafsir al-Mishbah, ketika menjelaskan ayat pertama surah al-Nisa’ ini, dia menulis sebagai berikut “Ayat Al-Hujurat memang berbicara tentang asal kejadian manusia yang sama dari seorang ayah dan ibu, yakni sperma ayah dan ovum/indung telur ibu. Tetapi, tekanannya pada persamaan hakikat kemanusiaan orang perorang, karena setiap orang walau berbeda-beda ayah dan ibunya, tetapi unsur dan proses kejadian mereka sama .... Adapun ayat al-Nisa’ ini, maka walaupun ia menjelaskan kesatuan dan kesamaan orang-perorang dari segi hakikat kemanusiaan, tetapi konteksnya untuk menjelaskan banyak dan berkembangbiakannya mereka dari seorang ayah, yakni Adam, dan seorang Ibu, yakni Hawa. Ini dipahami dari pernyataan Allah memperkembang-biakkan laki-laki yang banyak dan perempuan. Ini tentunya baru sesuai jika kata nafs wdhidah dipahami dalam arti ayah manusia seluruhnya Adam AS Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Jakarta Paramadina, 1999, 241 Nashruddin Baidah, Tafsir bi al-Ra’y Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam al-Qur’an Yogjakarta Pustaka Pelajar, 1999, 8-10. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 16 dan pasangannya Hawa lahir darinya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dari kutipan di atas, jelas bahwa Quraish Shihab memiliki pandangannya sendiri tentang asal-usul kejadian perempuan. Quraish memaknai kata nafs wahidah dalam pengertian “ayah manusia seluruhnya”, yakni Adam dan pasangannya, Hawa. Sebab, dari situlah dimulainya perkembangbiakkan manusia, baik laki-laki dan perempuan. Pemaknaannya itu dia dasarkan pada kesesuaian makna dalam konteks wacana yang dibicarakan di dalam ayat tersebut. Bahkan, ia memandang paham soal asal-usul kejadian perempuan dari tulang rusuk Adam ini bukan sebagai sebab yang sering melahirkan bias gender. Ketika mengutip kritik Rasyid Ridla atas ide keterciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam yang diklaim sebagai pengaruh dari Perjanjian Lama Kejadian II 21-22, lebih lanjut Quraish menulis “Perlu dicatat sekali lagi bahwa pasangan Adam itu diciptakan dari tulang rusuk Adam, maka itu bukan berarti bahwa kedudukan wanita-wanita selain Hawa demikian juga, atau lebih rendah dibanding dengan laki-laki. Ini karena semua pria dan wanita anak cucu Adam lahir dari gabungan antara pria dan wanita, sebagai mana bunyi surat Al-Hujurat di atas, dan sebagaimana penegasanNya, "Sebagian kamu dari sebagian yang lain" QS. Ali Imran/3195. Laki-laki lahir dari pasangan pria dan wanita, begitu juga wanita. Karena itu tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya. Kekuatan laki-laki dibutuhkan oleh wanita dan kelemahlembutan wanita didambakan oleh pria. Jarum harus lebih kuat dari kain, dan kain harus lebih lembut dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan berfungsi, dan kain pun tidak akan terjahit. Dengan berpasangan, akan tercipta pakaian indah, serasi dan terkait dengan penciptaan perempuan pertama dari tulang rusuk Adam itu, Quraish menegaskan bahwa hadis itu harus dipahami secara majazi kiasan. Sebab, jika tidak, lagi-lagi akan memunculkan pemahaman yang keliru, yang kemudian mengesankan bahwa derajat perempuan lebih rendah jika dibandingkan dengan laki-laki. Untuk meluruskan pemahaman terhadap hadis itu, Quraish menulis sebagai berikut Muhammad Quraish Shihab, Tafsiral-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II. 314-315. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. II ..., 316. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 17 “Tulang rusuk yang bengkok harus dipahami dalam pengertian majazi kiasan, dalam arti bahwa hadis tersebut memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok”.Meskipun Quraish dalam pandangan-pandangannya sangat mengakui kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan, karena dia bukan seorang feminis, maka dia juga tidak menolak model pemahaman yang pertama, yang menyatakan bahwa nafs wahidah dalam QS. al-Nisa’/4 1, dimaknai sebagai Adam. Bahkan, Quraish dalam Tafsir al-Misbah, nampaknya lebih cenderung dengan pendapat yang pertama ini. Meskipun demikian, dia tetap berusaha untuk memaknainya secara proporsional tanpa harus merendahkan yang satu dan meninggikan yang lain. Ini dapat dilihat dari pendapat-pendapatnya sebagaimana di atas. Hal yang demikian dapat dimaklumi, sebab Quraish bukanlah seorang feminis atau praktisi jender. Ini akan sangat berbeda sekali dengan para feminis yang sejak awal ingin mengusung ide-ide kesetaraan dan bahkan keadilan jender. Sehingga, pemahamannya tentang masalah ini akan berbeda jauh dengan, misalnya Nasaruddin Umar, Zaitunah, Nasruddin Baidan, dan yang sependapat dengannya. Bahkan Islah, ketika membahas pandangan Quraish tentang hal penciptaan perempuan pertama ini menyimpulkan bahwa “Quraish lebih suka berlindung di balik pendapat ulama yang dirujuknya, dan tidak memperlihatkan pendapatnya sendiri secara tegas”. Menurut Islah, kecenderungan Quraish pada pendapat pertama yang dibarengi dengan pencitraan, setidaknya ada dua alasan pasangan Adam yang diciptakan dari tulang rusuknya, bagi Quraish bukan berarti bahwa kedudukan wanita selain Hawa; lebih rendah ketimbang laki-laki. Semua pria dan wanita anak cucu Adam lahir dari gabungan antara pria dan wanita. Karena itu, tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya. Kedua, kekuatan laki-laki menurut Quraish dibutuhkan oleh wanita dan kelemahlembutan wanita didambakan oleh pria. Dengan metafor antara jarum dan kain, ia menjelaskan bahwa jarum harus lebih kuat dari kain, dan kain harus lebih lembut Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Bandung Mizan, 2002, cet. 23, 271. Islah Gusmian, Khazanah tafsir Indonesia Dari hermeneutika hingga Ideologi Bandung Teraju, 2003, 307-308. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 18 dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan berfungsi, dan kain pun tidak akan terjahit. Lebih lanjut Islam menyatakan bahwa Quraish dalam hal ini lebih menyembunyikan problem-problem pokok dari relasi laki-laki-perempuan. Pada alasan pertama, Quraish tidak melihat aspek psikologis dari konstruksi nalar tentang kisah keterciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam. Memang, seperti logika yang dia pakai, kita akan mengakui bahwa generasi anak cucu Adam baik laki-laki maupun perempuan lahir dari hasil perkawinan dua jenis manusia laki-laki dan perempuan. Namun, pokok persoalannya tidaklah berhenti pada kesadaran semacam ini. Sebab, kisah keterciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam, secara psikologis telah mengonstruksi nalar dan bahkan menjadikan suatu pandangan dunia, bahwa perempuan adalah jenis manusia kelas dua, karena asal-usul keterciptaan Hawa tersebut. Pada alasan kedua, Quraish telah memberikan pencitraan bias gender. Kelembutan perempuan yang dia gambarkan seperti kain, dan kekuatan laki-laki yang dia gambarkan seperti jarum, yang saling membutuhkan, jelas merupakan soal gender. Sebab, kekuatan dan kelembutan bukanlah dua hal yang bersifat kodrati, tetapi lebih sebagai suatu potensi dari hasil konstruksi pencitraan dalam wilayah sosial-budaya. Oleh karena itu, secara seksual, jarum tidaklah identik dengan jenis kelamin laki-laki, dan kain pun juga tidak identik dengan jenis kelamin perempuan. J. Penutup Quraish Shihab banyak menekankan perlunya memahami wahyu Ilahi secara kontekstual dan tidak semata-mata terpaku pada makna tekstual agar pesan-pesan yang terkandung di dalamnya dapat difungsikan dalam kehidupan nyata. Ia juga banyak memotivasi mahasiswanya, khususnya di tingkat pasca sarjana, agar berani menafsirkan al-Qur’an, tetapi dengan tetap berpegang ketat pada kaidah-kaidah tafsir yang sudah dipandang baku. Menurutnya, penafsiran terhadap al-Qur’an tidak akan pernah berakhir. Dari masa ke masa selalu saja muncul penafsiran baru sejalan dengan perkembangan ilmu dan tuntutan kemajuan. Meski begitu ia tetap mengingatkan perlunya sikap teliti dan ekstra hati-hati dalam menafsirkan al-Qur’an sehingga seseorang tidak mudah mengklaim suatu pendapat sebagai pendapat al-Qur’an. Bahkan, menurutnya adalah satu dosa besar bila seseorang mamaksakan pendapatnya atas nama al-Qur’an. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 19 K. Daftar Pustaka Abdullah, M. Amin. “Kajian Ilmu Kalam di IAIN Menyongsong Perguliran Paradigma Keilmuan Keislaman Pada Era Melenium Ketiga”, al-Jami’ah Journal of Islamic Studies, No. 65, 2000. al-Dhahabi, Muhammad H}usain. al-Tafsi>r wa al Mufassiru>n,vol. 3. Da>r al-Kutub al-Hadi>thah. Al-Farmawy, Abdul Hayy. Metode Tafsir dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, 2002. al-Munawar, Said Agil Husein. Al-Qur'an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta Ciputat Press, 2002. al-Razi, Fakhr al-Din. Mafatih al-Ghaib. Beirut Dar al-Fikr, 19950, Jilid. V. al-Thabari, Muhammad Ibn Jarir. Jami’ al-Bayan An Ta’wil Ayi al-Qur’an. Beirut Dar al-Fikr, 1988. Baidah, Nashruddin. Tafsir bi al-Ra’y Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam al-Qur’an. Yogjakarta Pustaka Pelajar, 1999. Ghafur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir al-Qur’an. Yogyakarta Pustaka Insan Madani, 2008. Gusmian, Islah. Khasanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika Hingga Ideologi. Jakarta Teraju, 2003. Iqbal, Muhammad. “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”, JurnalTSAQAFAH, Vol. 6, No. 2, Oktober 2010. Munawwir, Fajrul. Pendekatan Kajian Tafsir, dalam M. Alfatih Suryadilaga dkk, Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta Teras 2005. Raziqin, Badiatul, dkk. 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia. Yogyakartae-Nusantara, 2009. Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Qur’an al-Hakim Tafsir al-Manar. Beirut dar al-Fikr, 1973, Jilid. IV. Salim, Abdul Mu’in. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta Teras, 2005. Shahih Bukhari, Kitab al-Nikah pada bab al-Wushari bi al-Nisa’, hadis nomor 4787. Shihab, Alwi Islam Inklusif Menuju Terbuka dalam Beragama. Bandung Mizan,1999. Ali Geno Berutu, Tafsir al-Misbah Muhammad Quraish Shihab 20 Shihab, M. Quraish Membumikan al-Qu’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung al-Mizan, 2003. Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an. Bandung Mizan, 1994. Shihab, M. al-Qur’an Tafsir Maud}u’i Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung Mizan, 1996. Shihab, Muhammad Quraish. Lentera Al-Qur’an Kisah dan Hikmah Kehidupan. Bandung Mizan, 2008. Shihab, Muhammad Quraish. Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung Mizan, 2002. Shihab, Muhammad Quraish. Tafsiral-Mis}ba>hPesan, Kesan , Keserasian al-Qur’an. Jakarta Pelita Hati, Vol. 15. Shihab, Muhammad Quraish. Tafsiral-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol. II. Umar, Nasaruddin. Argumen Kesetaraan Jender. Jakarta Paramadina, 1999. Wartini, Atik “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah”, Hunafa Jurnal Studia Islamika, Vol. 11, No. 1, Juni 2014. Yunus,Mahmud. Tafsir al-Qur’an al-Karim. PT Hidakarya Agung, 2004. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this IqbalNowadays, M. Quraish Shihab is a well known authoritative intellectual ulama of Qur’anic Tafsir in Indonesia and even in South East Asia. Started from his early age, he consistently devotes his life for this field. As the result, all his scientific works are solely based on Quranic studies. From this intensity of works, Quraish then formulates a tafsir method considered relevant to nowadays context. This paper is aimed to explore the method used by Quraish Shihab in Quranic tafsir. His method in Quranic tafsir is mostly mawdhu’I, even though he has finished a complete tafsir book for 30 Quranic sections which is arranged in tahlili. In his maudhu’I interpretation, Quraish prefers an ijtima’I style of tafsir, and considers the importance of linguistic approach. The latter is considered important to make the interpreter not forcing his interpretation outside of linguistic meaning as it will lead to the exploitation of Al-Quran. This linguistic approach is then combined with a view that Al-Quran is a unity and cannot be separated. In addition, Quraish also emphasizes on proportionality munasabah between one verse to another and between one surah to Ilmu Kalam di IAIN Menyongsong Perguliran Paradigma Keilmuan Keislaman Pada Era Melenium KetigaM AbdullahAminAbdullah, M. Amin. "Kajian Ilmu Kalam di IAIN Menyongsong Perguliran Paradigma Keilmuan Keislaman Pada Era Melenium Ketiga", al-Jami'ah Journal of Islamic Studies, No. 65, Tafsir dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka SetiaAbdul Al-FarmawyHayyAl-Farmawy, Abdul Hayy. Metode Tafsir dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, bi al-Ra'y Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam alQur'an. Yogjakarta Pustaka PelajarNashruddin BaidahBaidah, Nashruddin. Tafsir bi al-Ra'y Upaya Penggalian Konsep Wanita dalam alQur'an. Yogjakarta Pustaka Pelajar, Para Mufassir al-Qur'an. Yogyakarta Pustaka Insan MadaniSaiful GhafurAminGhafur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir al-Qur'an. Yogyakarta Pustaka Insan Madani, Tafsir Indonesia dari Hermeneutika Hingga IdeologiIslah GusmianGusmian, Islah. Khasanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika Hingga Ideologi. Jakarta Teraju, al-Qur'an al-Hakim Tafsir al-ManarMuhammad RidhaRasyidRidha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Qur'an al-Hakim Tafsir al-Manar. Beirut dar al-Fikr, 1973, Jilid. al-Nikah pada bab al-Wushari bi al-NisaShahih BukhariShahih Bukhari, Kitab al-Nikah pada bab al-Wushari bi al-Nisa', hadis nomor ShihabQuraishShihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur'an. Bandung Mizan, al-Qur'an Tafsir Maud} u'i Atas Pelbagai Persoalan UmatM ShihabQuraishShihab, M. al-Qur'an Tafsir Maud} u'i Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung Mizan, 1996.KajianTafsir Al-Ma'rifah karya Ustadz Dr. Musthafa Umar, Lc. MA membahas Surat Al-Kahfi Ayat 50-51.وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا
Al-Qur'an as a guide to Muslim thought provides many lessons that need to be developed philosophically and scientifically, as a framework for building Islamic education. One of the methods used by the Koran to provide a journey for humans is by describing the stories that exist in the Koran itself. This research is a research library research using the Muqarin comparative method in its analysis. The results of the research analysis show 1 Interpretation of M. Quraish Shihab and interpretation of Ahmad Mustafa Al-Maraghi. Quraish uses the method of writing tahlili and maudhi thematic interpretations and explains the content in the verse with a beautiful editorial then pays attention to vocabulary or language to highlight the Koran in human life, explaining the contents of the verse one by one first then globally reviewed the contents of the letter in general. While Al-Maraghi uses the tahlili method which is based on a combination of bi al-ma'sur and bi al-ra'yi, by explaining in detail the incidents and events per verse. In the interpretation of Al-Maraghi, he often connects events or words in the verse logically so that the story in the verse seems logical and sequential. 2 The values of education in general are about the command to study until the end of life, so that mankind does not have an arrogant character to learn from anyone and does not fast fast when gaining knowledge. Educational values for teachers about how to implement good teaching strategies and characteristics that an educator or teacher must have, such as being patient, forgiving when students make mistakes, making him a worthy person to be imitated. Then the educational values for students about morals for teachers must be curious, polite, unyielding and willing to learn from anyone regardless of rank and degree To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. Barangsiapayang membaca Surat al-Kahfi pada malam Jumat, ia akan diterangi sinar antara dirinya hingga Baytul 'Atiiq (Ka'bah) (H.R adDaarimiy, al-Baihaqy, dishahihkan al-Albaniy). Al-Imam asy-Syafi'i rahimahullah menyatakan dalam kitab al-Umm (1/208): وَأُحِبُّ قِرَاءَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ Kisah merupakan salah satu dari lima pokok kandungan Al-Qur’an. Selain itu kisah-kisah dalam Al-Qur’an memiliki keunikan dan keistimewaan dibandingkan dengan kisah lainnya. Pada penelitian ini penulis akan mengungkapkan salah satu kisah dalam Al-Qur’an, yaitu kisah Ashabul Kahfi yang mana kisah ini terdapat dalam surah Al-Kahfi ayat 9-26, kemudian dianalisis menggunakan studi komparatif perbandingan antara dua kitab tafsir yaitu kitab tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab dengan kitab tafsir Ibnu Katsir karya Ibnu Katsir. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka library research, yang akan membahas tentang kisah Ashabul Kahfi menurut dua mufasir terkenal yaitu M. Quraish Shihab dan Ibnu Katsir. Adapun dari penafsiran antara kedua kitab tafsir ini nantinya akan diperoleh suatu kesamaan maupun perbedaan dalam menafsirkan kisah Ashabul Kahfi. Selain itu hasil antara penafsiran keduanya juga dapat ditarik suatu relevansi/hubungan dengan masyarakat Indonesia masa kini. Karena seperti kisah-kisah pada umumnya kisah ini juga terdapat ibrah/keteladanan yang baik bagi kaum muda khususnya. Ashabul Kahfi merupakan pemuda yang teguh pendirian kala itu, mereka rela meninggalkan kampungnya demi akidah mereka. Mereka memohon pertolongan kepada Allah dan agar diberikan rahmat. Allah pun mengabulkan permintaan mereka dengan menunjukkan mereka ke sebuah gua kemudian, menidurkan mereka selama 309 Tahun, lalu membangunkan mereka dalam keadaan badan yang tidak berubah sedikit pun. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this LufaefiVarious interpretations of the Quran were born in Indonesia; one of which is Tafsir Al-Mishbah that is different from the earlier interpretations in Indonesia. Tafsir Al-Mishbah comes as the answer and light that provides solutions to the problems of humanity. This article will elaborate the underlying reason that the Tafsir Al-Mishbah was written, its method and style, and examine the aspects and characteristic of Tafsir Al-Mishbah—which may be absent in other interpretations—such as aspects of locality, textuality, rationality, and diversity of references. This paper also examines general strengths in the Tafsir Al-Mishbah and its shortcomings. Abstrak Beragam tafsir al-Quran lahir di bumi Nusantara. Tafsir Al-Mishbah adalah tafsir nusantara yang berbeda dengan tafsir-tafsir nusantara sebelumnya. Tafsir Al-Mishbah hadir menjadi jawaban sekaligus penerang yang memberi solusi bagi persoalan-persoalan umat manusia. Artikel ini akan mengurai latar belakang kenapa tafsir Al-Mishbah ditulis, mengetahui metode dan corak tafsir Al-Mishbah, dan menelaah aspek-aspek apa yang menjadi ciri khas tafsir Al-Mishbah—yang bisa jadi tidak dimiliki tafsir-tafsir yang lainnya—seperti aspek lokalitas, aspek tekstualitas, aspek rasionalitas, dan keragaman rujukannya. Makalah ini juga menelaah kelebihan-kelebihan secara umum dalam tafsir AlMishbah, sekaligus kekurangan-kekurangannya Umaiyatus SyarifahThe narrative verses in the Holy Qur’an mainly function to lead the morality akhlaq of the society. Islam has guiding principles for interpreting such verses so that Moslems can gain objective comprehension upon them. One of the foremost principles is to view the narratives as mysterious events and only Allah SWT knows the sequential facts-say, the real chronologies– of the stories. Besides, Moslems should not rely the validity of the narratives on ahl al-kitab’s explanation. It is, finally, imperative that any stories be confirmed and rechecked across reliable sources, such as al-Qur’an, hadits, and ulama’s trustworthy interpretation tafsir. As the interpretation of narrative verses spread very fast orally or in written, it might be unexpectedly interfered by some Israiliyat stories. This paper provides three insights to respond the subsistence of Israiliyats first, the validity of the Israiliyats should always be questioned except when al Quran and Hadits have provided evident points of justification; second, the Israiliyats whose content is appropriate with the teachings of al Quran and hadits can enrich our religious perspectives; third, the Israiliyats whose content contradicts Islamic values syari’ah should be disregarded and thrown away; and fourth, it is prohibited to tell false Daftar RujukanDAFTAR RUJUKAN Azizi, Abdul Syukur al-. Islam itu Ilmiah. Yogyakarta Laksana, al-Kahfi dan Zaman ModernImran N HoseinHosein, Imran N. Surat al-Kahfi dan Zaman Modern. Kuala Lumpur, Alur-Alur Pemaparan dan Fragmen Kisah Ashabul Kahfi Dalam Al-Qur'anHikmah LatifLatif, Hikmah. "Melacak Alur-Alur Pemaparan dan Fragmen Kisah Ashabul Kahfi Dalam Al-Qur'an." Tafsere 4, no. 2 2016.Kisah-Kisah dalam Surat al-Kahf. Bandung Penerbit DutaAngga MulyanaMulyana, Angga. Kisah-Kisah dalam Surat al-Kahf. Bandung Penerbit Duta, Pendidikan Islam Dalam Kisah Ashabul Kahfi Analisis Kajian Al-Qur'an Surah Al-Kahfi 9-2Achyar RahmansyahZeinSyamsu DanNaharRahmansyah, Achyar Zein, dan Syamsu Nahar. "Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Kisah Ashabul Kahfi Analisis Kajian Al-Qur'an Surah Al-Kahfi 9-2." Edu Religia 3, no. 4 2019.Quraish ShihabShihab, Quraish. Tafsir al-Misbah. Vol. 8. Jakarta Lentera Hati, 2006. SuratAl-Kahf Ayat 75. ۞ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا Tafsir Quraish Shihab Diskusi (Khidhir berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku)" hal ini sebagai teguran yang kedua bagimu di samping SUARAMUSLIM RADIO NETWORK93.8 FM Suara Muslim Surabaya89.9 FM Suara Muslim Lumajang 88.7 FM Suara Muslim TubanKunjungi & Ikuti kami di:Website - https://www KajianTafsir Al-Ma'rifah karya Ustadz Dr. Musthafa Umar, Lc. MA membahas Surat Al-Kahfi Ayat 52-53.وَيَوْمَ يَقُوْلُ نَادُوْا شُرَكَاۤءِيَ الَّذِيْنَ xBT6IH.